Namaku
Syifa Zahfania, kebanyakan teman-temanku memanggil dengan Syifa. Di kelas aku
di kenal cewek paling tomboy. Karena cara bertingkahku yang seperti cowok, dan
bergaulku yang tak lepas dari cowok. Aku termasuk cewek per*kok mulai dari
kelas 3 SMP. Jauh dari orangtua membuatku semakin menjadi anak yang tak
berperilaku. Aku hanya hidup dengan kemewahan dari orangtua dan kedua
pembantuku. Setiap hari yang aku pergi pagi pulang petang dan berkumpul dengan
para gerombolan preman di jalan. Aku sangat menyukai kebebasan dan tak suka di
kekang. Masa bodoh semua orang mau berkata apa tentang kehidupanku. Kehidupan
mereka belum tentu benar.
Sekarang
aku sudah menginjak dewasa dan mulai masuk perguruan tinggi. Di kampus tak ada
yang layak untuk aku jadikan teman, semua sok sibuk dengan tugas-tugas kampus.
Aku memilih untuk menyendiri di bangku pojok. Kunikmati sebatang r*kok untuk
menghilangkan penat di fikiran. Melihat banyak mahasiswa yang berjalan di
koridor membuatku semakin suntuk. Ku langkahkan kaki untuk beranjak keluar dari
kampus. Setiap sudut ku lihat banyak sekali mahasiswa yang berkeliaran tak
karuan.
Bruukkk…
beberapa buku jatuh dari gengaman cewek berjilbab panjang yang menutupi dadanya. Cewek berkerudung pink mudah dengan mengenakan baju panjang tak taulah apa itu namanya. Beberapa detik ku lihat parasnya sangat indah dengan balutan jilbab yang dikenakan.
beberapa buku jatuh dari gengaman cewek berjilbab panjang yang menutupi dadanya. Cewek berkerudung pink mudah dengan mengenakan baju panjang tak taulah apa itu namanya. Beberapa detik ku lihat parasnya sangat indah dengan balutan jilbab yang dikenakan.
“Maaf”
Itulah
kata yang keluar dari mulutnya. Aku hanya terdiam membisu mendengar ucapannya.
Cewek itu tersenyum lalu mengambil bukunya kembali, dan berlalu dariku. Sungguh
cantik parasnya. Tiba-tiba ada perasaan iri yang menyelimuti diriku setelah
melihatnya. Tapi buru-buru ku buang perasaan iri itu. Aku lebih suka dengan
diriku yang seperti ini.
^___^
“Terima kasih untuk semua mahasiswa yang telah menyedekahkan barang-barang kesayangan kalian untuk kami berikan kepada yang lebih membutuhkan”
“Terima kasih untuk semua mahasiswa yang telah menyedekahkan barang-barang kesayangan kalian untuk kami berikan kepada yang lebih membutuhkan”
Dari
cara bicaranya, aku seperti mengenali. Aku lihat banyak sekali mahasiswa yang
berkerumun pada stan kecil di tepi taman. Entah apa yang sedang mereka lakukan.
Aku beranjak pergi tanpa menoleh sedikitpun ke arah stan itu. Setelah beberapa
langkah dari stan itu, seperti ada sesuatu yang menarik kuat langkahku untuk
kembali menuju stan tersebut, perasaanku juga mengatakan untuk kembali menuju
stan. Tanpa kusadari diriku sudah berada di depan stan. Semua mahasiswa telah
pergi hanya ada dua cewek berjilbab yang salah satunya tak asing lagi. Setelah
ku ingat wajahnya, bibirku tersenyum. Cewek yang cantik kemarin gumamku dalam
hati.
“Assalamu’alaikum,
silahkan mengunjungi stan kami jika ada yang ukhti ingin sedekahkan” ucapnya
dengan lembut dan penuh senyuman.
“ukhti?
Sedekah? Apa itu aku tak pernah mendengar kata-kata itu sebelumnya. Dulu ketika
SD, SMP sampai SMA aku sering bolos saat pelajaran agama, ujian praktek aja
dapat nilai jelek. Aku hanya tersenyum binggung harus ngapain.
Cewek
itu tiba-tiba menghampiriku, dari cara berjalannya beda banget dengan cewek
lainnya apalagi sama aku jauhhhh. Semakin cewek itu mendekat semakin ada
perasaan takut yang menyelimuti diriku entah kenapa rasanya perasaan iri ini
menyeruak ke dalam jiwaku.
“Saudariku,
bukankah kita pernah bertemu sebelumnya, saya Naura”. Ucapnya seraya
mengulurkan tangannya. Aku tak langsung menyambut uluran tanganya. Ku lihat
senyum manis yang begitu tulus, juga cara berpakaianya yang sangat tertutup
membuat diriku sangat iri, mengapa dia bisa begitu terlihat sempurna.
“Syi..fa”
jawabku terbata dengan menyambut uluran tanganya. Begitu lembut tanganya serasa
memegang kapas.
“Nama
yang cukup bagus Syifa artinya penyembuh atau obat. Wah pasti kamu bangga
dengan nama kamu”
Aku
kembali tersenyum. Aku saja tak menyadari akan bagusnya namaku, apalagi sampai
ada artinya.
“Mari
bergabung di stan kami, meskipun Syifa nggak sedekah nggak masalah kok, yang
penting Syifa senang bisa bergabung dengan stan kami”
Kini kau benar-benar bagaikan patung, tak mampu berkata dan berbuat apa-apa lagi. hanya iya iya iya dan iya tidak ada kata menolak.
Kini kau benar-benar bagaikan patung, tak mampu berkata dan berbuat apa-apa lagi. hanya iya iya iya dan iya tidak ada kata menolak.
Aku
duduk di samping Naura yang sedang asyik merapikan beberapa barang yang berada
di meja dan di masukkan ke dalam kardus. Beberapa menit kemudian semua barang
sudah di kemas dalam kardus dan dimasukkan ke dalam mobil.
“Syifa
ikut kami ke Panti Asuhan yuk, untuk memberikan sumbangan ini” ajak Naura
dengan menarik lenganku, untuk terakhir kalinya mulutku tak bisa untuk menolak
ajakannya.
Selama
perjalanan menuju Panti Asuhan aku hanya terdiam, ku lihat Naura sedang
berkomat kamit entah apa yang dia baca. Begitupula dengan teman di sampingnya.
Jadi binggung sendiri harus ngapain. Mencoba komat-kamit tapi mau baca apa,
serba binggung.
Tak
lama kemudian sampailah di sebuah tempat tak begitu luas, tapi terlihat sangat
tenang suasananya. Naura mengambil beberapa kardus yang telah di pak dan masuk
ke dalam ruang tamu. Akupun ikut membantu membawa barang yang masih tertinggal
di mobil dan masuk ke dalam ruang tamu.
Tampak
sekali keakraban Naura dengan wanita berpakaian panjang berwarna merah marun
yang duduk bersanding dengannya. Senyuman yang selalu menghiasi di setiap
kata-katanya. Canda kecil yang terlontar dari mulut Naura dan pelukan akrab
Naura kepada ibu yang duduk di sampingnya sangat membuatku terpukau. Aku hanya
tersenyum melihatnya.
“Syifa,
kita tengok anak-anak yuk, mereka sedang bermain di dalam” ajak Naura dengan mengandeng
tanganku. Aku hanya terdiam melihat gengaman tangan Naura. Baru kali ini aku
merasakan sebuah sentuhan yang benar-benar lembut.
Tak
jauh dari beberapa langkah kami, seorang anak memanggil nama Naura dari
belakang.
“Kak
Nauuurrraaaa” teriak seorang gadis kecil berkerudung coklat
“Naumi sayang” jawab Naura seraya memeluknya dengan penuh kasih sayang, beberapa kali Naura mengecup kening gadis itu.
“Naumi sayang” jawab Naura seraya memeluknya dengan penuh kasih sayang, beberapa kali Naura mengecup kening gadis itu.
“Eh
kenalan sama teman kakak, ini namanya kak Syifa” ucap Naura dengan membantu
mengulurkan tangan gadis itu ke arahku.
“Syifa”.
Jawabku singkat dan tersenyum
“hmmm,
kak Syifa kok sepertinya cemberut pasti ada masalah yah” ucap Naumi dengan
menarik lengan bajuku.
“Naumi
sok tau ah, kak Syifa gak ada masalah kok”. ucapku pelan.
“kalau
kak Syifa ada masalah curhat sama Allah saja, Naumi yakin Allah pasti membantu
kak Syifa’. Oh iya kak Syifa kok gak pakai jilbab sih, nanti Allah gak mau lho
menerima curhat dari kak Syifa”. Ucap Naumi polos
Jantungku
seakan berdegup kencang, Allah? Jilbab?, selama ini aku jauh sekali dengannya.
Bahkan aku tak mengenalnya. Sungguh aku belum pernah sekali mengingat Allah.
Apa ini yang selalu membuatku merasa suntuk, kenapa aku baru menyadarinya. Tak
terasa butiran halus telah jatuh ke pipi. Aku berlari keluar menjauh dari Naura
dan Naumi. Aku bagaikan orang yang tak pantas berada dalam rangkulan mereka.
Semua
bayangan dosaku mulai menghantui fikiranku. Hatiku seakan menjerit sakit ketika
mengingat semua kesalahanku. Aku merasa menjadi orang yang paling merugi. Air
mataku tak henti-hentinya mengalir deras bagaikan air hujan yang membasahi bumi
yang begitu banyak debu yang mengotori bumi ini
“Syifa”
ucap Naura di sampingku.
Aku tak
ingin menoleh ke arahnya. Bahkan untuk melihat raut suci Naura aku tak sanggup.
Aku hanya seorang Syifa, yang banyak melakukan dosa, bahkan dosaku kini menjadi
lukisan dalam fikiranku.
“Kamu
sakit hati dengan ucapan Naumi, dia kan masih gadis kecil yang polos. Jadi suka
bicara ceplas ceplos” hibur Naura dengan membelai bahuku dengan lembut.
“aku
nggak merasa sakit hati dengan ucapan Naumi, bahkan aku merasa lega karena
Naumi mengingatkanku akan Allah dan jilbab yang sudah sekian tahun aku
lupakan”. ucapku dengan tertunduk.
“Alhamdulillah,
itu tandanya Allah sayang dengan kamu Syifa. Karena Syifa masih di beri
keluwesan hati untuk berubah. Allah sangat mencintai orang yang ingin berubah”
“Tapi
dosaku sangat banyak Naura, bahkan akupun sangat malu berdekatan dengan wanita
suci dan sempurna seperti kamu”
“Astaghfirullah
kamu tidak boleh berkata seperti itu Syifa. Manusia di dunia ini tak ada yang
sempurna, hanya satu yaitu Allah yang memiliki kesempurnaan, aku hanya manusia
biasa yang tak luput dari sebuah dosa. Kamu harus ingat Syifa seberapa banyak
dosa seorang hambanya kepada Allah baik itu setinggi gunung, seluas samudra
jika kita ingin berubah dan bertaubat maka akan runtuhkan segala dosa kita”
“Tapi
Allah gak mungkin bisa memaafkan kesalahaku Naura”
“Syifa,
Allah itu memiliki sifat ghofuur yang artinya maha pemaaf. Jadi jika kamu ingin
benar-benar berubah dan bertaubat maka Allah akan mengampuni segala dosa kamu,
yakinlah bahwa Allah itu tidak tidur Allah tau apa yang kita niatkan dalam
hati. Semasa niat itu baik maka Allah akan menyempurnakannya”.
Aku
menatap kedua bola mata Naura yang penuh dengan kelembutan, ku dekap erat
tubuhnya. Aku benar-benar bahagia bisa bertemu dengannya.
“Aku
ingin berubah, ajari aku sholat dan mengenal Allah” ucapku pelan
“Syukur
Alhamdulillah aku sangat senang mendengarnya”.
^____^
Sebulan
telah berlalu, sejak berteman dengan Naura aku banyak mengalami perubahan. Yang
dulu sering meninggalkan sholat jadi gak mau sampai telat untuk berjama’ah
sholat wajib di tambah dengan sholat sunnah, yang dulu selalu membangkang
nasihat bunda kini selalu nurut apa yang dikatakan jawabannya iya semua, gak
pernah pulang malam, sudah bisa mengaji Al-Qur’an walaupun sedikit
terbata-bata. Hanya satu yang belum aku perbaharui yaitu mengenakan jilbab.
Sepertinya
Hatiku belum mantap untuk mengenakannya, akan tetapi banyak dorongan dalam
diriku yang mendesak untuk mencoba mengenakan jilbab. Sulit sekali untuk
memantapkan hatiku.
“Assalamu’alaikum
Syifa” sapa Naura mengagetkanku.
“Wa’alaikumsalam
Naura” jawabku dengan senyuman.
Eitss
lupa, semenjak aku berteman dengan Naura, nggak lepas dari salam setiap ketemu.
Terkadang saat aku tiba-tiba menyapa Naura dengan sebutan nama pasti nggak mau
noleh, harus pakai salam dulu. Awalnya sering lupa, tapi karena sering di
lakukan jadi terbiasa. Kata Naura dengan mengucapkan salam itu sama saja dengan
mendo’akan diri kita, bahkan menjawab salam saja sampai diwajibkan?.
“Naura,
apakah seorang wanita wajib hukumnya mengenakan jilbab”
“Syifa,
aurat seorang wanita itu mulai dari ujung rambut sampai kaki, kecuali muka dan
telapak tangan. Bahkan ada perintah tutuplah aurat kamu karena itu adalah
perintah agama, jadi manakala kita meninggalkan itu kita akan kena sangsi, dan
sangsi dari Allah itu adalah siksaan di akhirat.”
“Lalu
kenapa kita di wajibakn mengenakan jilbab?”
“kita
hanya manusia bisa yang diciptakan, dan masih ada kekuasaan yang Maha besar
yang menguasai diri kita. Dialah Allah, yang menguasai setiap helai rambut
kita, setiap hembusan nafas kita dan langkah kaki kita. Sehingga tidaklah salah
jika Allah memberikan perintah untuk mewajibkan kita mengenakan jilbab, dan
jikala kita mnegenakan jilbab tidak akan rugi”.
“kenapa
gitu kok gak rugi, bukankah kecantikan kita tidak terlihat. Kan ada orang yang
bilang kalau rambut kita adalah mahkota, jadi dengan terlihatnya rambut kita
maka orang-orang akan menilai kita cantik”.
“kamu
kurang benar Syifa, bahkan dengan kita mengenakan jilbab maka identitas kita
akan cepat di kenali oleh orang. Bahkan dengan mengenakan jilbab kita akan
terlihat lebih nyaman, tentram, anggung dan mempesona. Rambut memang mahkota
terindah yang dimiliki oleh wanita, akan tetapi alangkah baiknya jika mahkota
itu kita simpan dan kita jaga kemurniannya dengan berjilbab.”
“kamu
betul Naura, InsyaALLAH aku akan mencoba untuk mengenakan jilbab”
“Alhamdulillah,
gitu donk ini namanya sahabat muslimah sejatiku”
Aku
tersenyum ke arah Naura, benar-benar perfect muslimah deh Naura, cantik iya,
baik dapet, akhlaknya mulia, tutur katanya halus, sikapnya lembut. Hmm idaman
para lelaki sholeh.
“Syifa,
aku punya sesuatu untuk kamu, kebetulan tadi aku melihat di toko batik,
sepertinya cocok dengan kamu” ucap Naura dengan menyodorkan tas kecil.
Dengan
sedikit malu aku terima bingkisan tas berwarna hijau itu. Dan ketika kubuka
ternyata isinya tiga warna jilbab berwarna hijau, merah dan orange.
“cantik
sekali jilbabnya, terima kasih banyak Naura. Eh kok bisa tepat sekali saat aku
mendambakan ingin berjilbab ya”
“hmm,
itu karena kita sahabat muslimah sejati?, semoga saja kamu benar-benar bisa
menjadi muslimah sejati”
“Amin”
Cerpen
Karangan: Anita Avianti
http://cerpenmu.com/cerpen-islami-religi/jilbab-dari-sahabatku.html
my opinions about
this short story is
a lot of benefits that we can take from the stories
above, a very important
lesson to be made an example of in life.
Where there was a
girl who was pleased with socially
significant free now a good woman, and it was
thanks to his best friend. Companions and environment
determine the personality that is within us. Will
it be good or bad, to be careful in the mix. Good
friends will surely lead us to a good
place^^.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar