Melarang Siswi Berjilbab Adalah Pelanggaran HAM
Rabu, 08 Januari 2014, 22:53 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua
Komnas HAM, Siti Noor Laila mengatakan, larangan berjilbab kepada siswi SMA
Negeri 2 di Denpasar, Bali, merupakan pelanggaran terhadap hak asasi warga negara.
Karenanya, Komnas HAM menolak argumentasi aturan penyeragaman di semua instansi yang mengarah pada larangan atau pun mengancam eksistensi keberagamaan warga negara.
"Prinsipnya, keyakinan untuk menjalankan agama, bagi siapa pun, tidak boleh dibatasi oleh apa pun dan alam kondisi apa pun," kata Laila saat berbincang dengan ROL, Rabu (8/1).
Siti berpendapat, berjilbab atau pun tidak adalah pilihan seorang warga negara untuk mempertahankan eksistensi keyakinannya.
Regulasi pengekangan terhadap umat Muslim Indonesia kembali terjadi. Kali ini datang dari institusi pendidikan. Otoritas SMA Negeri 2 di Denpasar, Bali represif dengan aturan melarang siswi muslim menutup aurat kepalanya.
Kepala SMA Negeri 2, Ketut Sunarta beralasan, aturan itu adalah kesepakatan antara pihak sekolah, murid bersama wali murid. Kata dia, aturan sekolah tidak mengatur tentang pakain 'khas' untuk bersekolah.
Aturan sekolah mengharuskan, seluruh siswi berseragam lengan pendek dan rok. Jilbab dikategorikan pakain di luar aturan. Alhasil salah seorang siswa di kelas XII IPA 1, Anita Wardhana mengeluhkan aturan tersebut.
Anita adalah satu di antara sekian siswi Muslim yang ingin berjilbab. Anita, bahkan ingin pas foto di ijazahnya kelak tetap mengenakan jilbab.
Saban hari, Anita memang berjilbab. Aktivis perempuan di Pelajar Islam Indonesia (PII) Kota Denpasar ini pun kerap berjilbab jika berangkat ke sekolah.
Ia terpaksa mengenakan kain pantai selutut untuk menutupi bagian kaki sampai ke lutut. Gara-gara aturan itu, Anita harus mengganti kostum saat masuk ke areal sekolah.
Karenanya, Komnas HAM menolak argumentasi aturan penyeragaman di semua instansi yang mengarah pada larangan atau pun mengancam eksistensi keberagamaan warga negara.
"Prinsipnya, keyakinan untuk menjalankan agama, bagi siapa pun, tidak boleh dibatasi oleh apa pun dan alam kondisi apa pun," kata Laila saat berbincang dengan ROL, Rabu (8/1).
Siti berpendapat, berjilbab atau pun tidak adalah pilihan seorang warga negara untuk mempertahankan eksistensi keyakinannya.
Regulasi pengekangan terhadap umat Muslim Indonesia kembali terjadi. Kali ini datang dari institusi pendidikan. Otoritas SMA Negeri 2 di Denpasar, Bali represif dengan aturan melarang siswi muslim menutup aurat kepalanya.
Kepala SMA Negeri 2, Ketut Sunarta beralasan, aturan itu adalah kesepakatan antara pihak sekolah, murid bersama wali murid. Kata dia, aturan sekolah tidak mengatur tentang pakain 'khas' untuk bersekolah.
Aturan sekolah mengharuskan, seluruh siswi berseragam lengan pendek dan rok. Jilbab dikategorikan pakain di luar aturan. Alhasil salah seorang siswa di kelas XII IPA 1, Anita Wardhana mengeluhkan aturan tersebut.
Anita adalah satu di antara sekian siswi Muslim yang ingin berjilbab. Anita, bahkan ingin pas foto di ijazahnya kelak tetap mengenakan jilbab.
Saban hari, Anita memang berjilbab. Aktivis perempuan di Pelajar Islam Indonesia (PII) Kota Denpasar ini pun kerap berjilbab jika berangkat ke sekolah.
Ia terpaksa mengenakan kain pantai selutut untuk menutupi bagian kaki sampai ke lutut. Gara-gara aturan itu, Anita harus mengganti kostum saat masuk ke areal sekolah.
Dipersilakan Berjilbab, Ini Respons Anita
Kamis, 09 Januari 2014, 18:02 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Siswi Kelas XII IPA 1 Sekolah
Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Denpasar Anita Whardani merespons adanya
izin berjilbab dari Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota
Denpasar. Saat dihubungi RoL melalui telepon, Kamis (9/1), Anita mengaku gembira dengan arahan tersebut.
Menurutnya, sejak lama dia berkeyakinan, keinginannya berjilbab ke sekolah akan didukung dan tidak menjadi masalah bagi sekolah. "Saya sangat bergembira mendapat informasi ini, dan saya akan segera menghadap ke kepala sekolah bersama orang tua saya," kata Anita.
Sementara itu, Ketua Tim Advokasi Pembelaan Hak Pelajar Muslim Bali Helmi Al Djufri mengatakan, akan mendukung sikap dan arahan Kepala Disdikpora Denpasar, mengenai pengenaan pakaian seragam di sekolah. Menurut Helmi, hal itu patut dijadikan contoh dan panutan sekolah-sekolah yang ada di Bali maupun di daerah lainnya di Indonesia.
Dikatakannya, masalah jilbab atau pakaian khas bagi siswi Muslimah telah diatur oleh Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Karena itu tegas Helmy, sudah semestinya hal itu yang menjadi rujukan bagi seluruh sekolah, khususnya sekolah-sekolah negeri dalam membuat peraturan dan tata tertib sekolah.
"Kalau dari awal kita taat kepada peraturan-peraturan yang di atas, maka tidak akan timbul polemik atau masalah," katanya.
Menurutnya, sejak lama dia berkeyakinan, keinginannya berjilbab ke sekolah akan didukung dan tidak menjadi masalah bagi sekolah. "Saya sangat bergembira mendapat informasi ini, dan saya akan segera menghadap ke kepala sekolah bersama orang tua saya," kata Anita.
Sementara itu, Ketua Tim Advokasi Pembelaan Hak Pelajar Muslim Bali Helmi Al Djufri mengatakan, akan mendukung sikap dan arahan Kepala Disdikpora Denpasar, mengenai pengenaan pakaian seragam di sekolah. Menurut Helmi, hal itu patut dijadikan contoh dan panutan sekolah-sekolah yang ada di Bali maupun di daerah lainnya di Indonesia.
Dikatakannya, masalah jilbab atau pakaian khas bagi siswi Muslimah telah diatur oleh Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Karena itu tegas Helmy, sudah semestinya hal itu yang menjadi rujukan bagi seluruh sekolah, khususnya sekolah-sekolah negeri dalam membuat peraturan dan tata tertib sekolah.
"Kalau dari awal kita taat kepada peraturan-peraturan yang di atas, maka tidak akan timbul polemik atau masalah," katanya.
Analisis
:
Negara Indonesia adalah
Negara yang kaya dengan ragamnya Agama. Kasus ini menjadi suatu bentuk bahwa
permasalahan agama masih sering terjadi. Negara Indoensia adalah Negara yang
demokratis. Dimana kita sebagai warga Negara di Indonesia harus menghormati
agama satu dengan agama lain. Karena hak kita sama. Kita mempunyai hak untuk mempunyai agama,
mempercayai agama yang di anut dan mengikuti aturan agama yang kita yakinin
.
Kasus ini merupakan bentuk
keprihatinan seorang siswi SMA. Dengan keyakinannya ia beragama Islam. Di dalam
Islam sebagai seorang muslimah wajib menutup auratnya. Kalaupun sudah ada
kesepakatan, seharusnya kesepakatan itu diubah. Karena jilbab itu bukan “khas”
tapi adalah kewajian seorang muslim untuk menutup auratnya. Dan alhamdulillah pemerintah setempat telah memberikan izin kepada anita untuk memakai jilbab. kebijakan dari pemerintah ini adalah kebijakan yang sangat adil. karena tidak ada perbedaan satu dengan yang lain.
karena setiap agama pasti
mempunyai aturan yang bereda, dan seharusnya kita sebagi warga Negara Indonesia
haruslah saling toleransi kepada semua agama. Setiap warga Negara juga pasti
mempunyai hak. Contohnya adalah siswi SMA ini yang bernama Anita. Dia berhak
menutup auratnya karena kayakinan dan peraturan dari Agamanya.
Di Indonesia masih
banyak dan sering terjadi pelanggaran HAM. Karena ketidaktahuan mereka tentang
HAM. Ini menjadi suatu pembelajaran, bahwa pengertian tenang HAM sangat minim
diketahui oleh warga Negara Indonesia. Pemerintah harus lebih aktif memberikan
sosialiasi apa itu HAM dan apa saja hal-hal yang melanggar HAM. Supaya Negara kita
yaitu Indonesia menjadi Negara yang lebih baik.
Sumber
:
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/01/08/mz3at4-melarang-siswi-berjilbab-adalah-pelanggaran-ham
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/01/10/mz4rzq-dipersilakan-berjilbab-ini-respons-anita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar