Rabu, 04 Juni 2014

TULISAN_HAK PERLINDUNGAN TKI


HAK PELINDUNGAN TKI (TENAGA KERJA INDONESIA)

Tenaga Kerja Indonesia adalah sebutan bagi warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah. Namun demikian, istilah TKI seringkali dikonotasikan dengan pekerja kasar. TKI perempuan seringkali disebut Tenaga Kerja Wanita (TKW). TKI sering disebut sebagai pahlawan devisa karena dalam setahun bisa menghasilkan devisa 60 trilyun rupiah. Devisa adalah semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional.
Tapi, perlindungan terhadap TKI sangat minim sekali, banyak kasus mengenai TKI, seperti kasus penganiayaan, pembunuhan, pelecehan seksual, dll. Kasus seperti ini sering sekali terjadi karena kurangnya perhatian dari pemerintah, padahal TKI telah membantu Negara untuk mengahsilkan devisa. Perlindungan terhadap mereka sangat kurang, bukannya lebih layak tetapi malah memprihatinkan. Adapun pasal-pasal yang terkait dengan perlindungan TKI :
gebod verbod dan morgen UU no 39 tahun 2004 tentang perlindungan TKI
A.    GEBOD (perintah)

Pasal 2
Penempatan dan perlindungan calon TKI/TKI berasaskan keterpaduan, persamaan hak, demokrasi, keadilan sosial, kesetaraan dan keadilan gender, anti diskriminasi, serta anti perdagangan manusia.

Pasal 5
(1) Pemerintah bertugas mengatur, membina, melaksanakan, dan mengawasi penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dapat melimpahkan sebagi wewenangnya dan/atau tugas perbantuan kepada pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

 Pasal 6
Pemerintah bertanggungjawab untuk meningkatkan upaya perlindungan TKI di luar negeri.

 Pasal 7
Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Pemerintah berkewajiban:
a. menjamin terpenuhinya hak-hak calon TKI/TKI, baik yang bersangkutan berangkat melalui pelaksana penempatan TKI, maupun yang berangkat secara mandiri;
b. mengawasi pelaksanaan penempatan calon TKI;
c. membentuk dan mengembangkan sistem informasi penempatan calon TKI di luar negeri;
d. melakukan upaya diplomatik untuk menjamin pemenuhan hak dan perlindungan TKI secara optimal di negara tujuan; dan
e. memberikan perlindungankepada TKI selama masa sebelumnya pemberangkatan, masa penempatan, dan masa purna penempatan.

Pasal 11
(1) Penempatan TKI di luar negeri oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a, hanya dapat dilakukan atas dasar perjanjian secara tertulis antara Pemerintah dengan
pemerintah negara Pengguna TKI atau Pengguna berbadan hukum di negara tujuan.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan penempatan TKI oleh Pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 12
Perusahaan yang akan menjadi pelaksana penempatan TKI swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b wajib mendapat izin tertulis berupa SIPPTKI dari Menteri.\

Pasal 13
(1) Untuk dapat memperoleh SIPPTKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, pelaksanapenempatan TKI swasta harus memenuhi persyaratan:
a. berbentuk badan hukum perseroan terbatas (PT) yang didirikan berdasarkan peraturan perundangan-undangan.
b. memiliki modal disetor yang tercantum dalam akta pendirian perusahaan, sekurang-kurangnya sebesar Rp. 3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah);
c. menyetor uang kepada bank sebagai jaminan dalam bentuk deposito sebesar Rp.15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) pada bank pemerintah;
d. memiliki rencana kerja penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri sekurang-kurangnya untuk kurun waktu 3 (tiga) tahun berjalan;
e. memiliki unit pelatihan kerja; dan
f. memiliki sarana dan prasarana pelayanan penempatan TKI.
(2) Sesuai dengan perkembangan keadaan, besarnya modal disetor sebagaimana dimaksud padaayat (1) huruf b dan jaminan dalam bentuk deposito sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dapat ditinjau kemabli dan diubah dengan Peraturan Menteri.
(3) Ketentuan mengenai penyusunan rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dan bentuk serta standar yang harus dipenuhi untuk sarana dan prasarana pelayananpenempatan TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.

Pasal 17
(1) Pelaksanaan penempatan TKI swasta wajib menambah biaya keperluan penyelesaianperselisihan atau sengketa calon TKI/TKI apabila deposito yang digunakan tidak mencukupi.
(2) Pemerintah mengembalikan deposito kepada pelaksanan penempatan TKI swasta apabilamasa berlaku SIPPTKI telah berakhir dan tidak diperpanjang lagi atau SIPPTKI dicabut.
(3) Ketentuan mengenai penyetoran, penggunaan, pencairan, dan pengembalian depositose bagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan menteri.

Pasal 20
(1) Untuk mewakili kepentingannya, pelaksana penampatan TKI swasta wajib mempunyaiperwakilan di negara TKI ditempatkan.
(2) Perwakilan pelaksana penempatan TKI swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus berbadan hukum yang dibentuk berdasarkan hukum yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan di negara tujuan.

Pasal 24
(1) Penempatan TKI pada Pengguna perseorangan harus melalui Mitra Usaha di negara tujuan.
(2) Mitra Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berbentuk badan hukum yang didirikan sesuai dengan peraturan perundangan di negara tujuan.

Pasal 32
(1) Pelaksana penempatan TKI swasta yang akan melakukan perekrutan wajib memiliki SIP dari Menteri.
(2) Untuk mendapatkan SIP, pelaksana penempatan TKI swasta harus memiliki:
a. perjanjian kerjasama penempatan;
b. surat permintaan TKI dari Pengguna;
c. rancangan perjanjian penempatan; dan
d. rancangan perjanjian kerja.
(3) Surat permintaan TKI dari Pengguna perjanjian kerja sama penempatan, dan rancangan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf d harus memperoleh persetujuan dari pejabat yang berwenang pada Perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan.
(4) Tata cara penerbitan SIP diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.

Pasal 35
Perekrutan calon TKI oleh pelaksana penempatan TKI swasta wajib dilakukan terhadap calon
TKI yang telah memenuhi persyaratan:
a. berusia sekurang-kurangnya 18 (delapan belas) tahun kecuali bagi calon TKI yang akan dipekerjakan pada Pengguna perseorangan sekurang-kurangnya berusia 21 ( dua puluh satu) tahun;
b. sehat jasmani dan rohani;
c. tidak dalam keadaan hamil bagi calon tenaga kerja perempuan; dan
d. berpendidikan sekurang-kurangnya lulus Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) atau yang sederajat.

Pasal 36
(1) Pencari kerja yang berminat bekerja ke luar negeri harus terdaftar pada instansi pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
(2) Pendaftaran pencari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri.

Pasal 41
(1) Calon TKI wajib memiliki sertifikat kompetensi kerja sesuai dengan persyaratan jabatan.
(2) Dalam hal TKI belum memiliki kompetensi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaksana penempatan TKI swasta wajib melakukan penddikan dan pelatihan sesuai dengan pekerjaan yang akan dilakukan.

Pasal 49
(1) Setiap calon TKI harus mengikuti pemeriksaan kesehatan dan psikologi yang diselenggarakan oleh sarana kesehatan dan lembaga yang menyelenggarakan pemeriksaan psikologi yang ditunjuk oleh Pemerintah.
(2) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pemeriksaan kesehatan dan psikologi bagi calon TKI dan penunjukan sarana kesehatan dan lembaga yang menyelenggarakan pemeriksaan psikologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.

Pasal 51
Untuk dapat ditempatkan di luar negeri, calon TKI barus memiliki dokumen yang meliputi:
a. Kartu Tanda Penduduk, Ijazah pendidikan terakhir, akte kelahiran atau surat keterangan kenal lahir;
b. surat keterangan status perkawinan bagi yang telah menikah melampirkan copy buku nikah;
c. surat keterangan izin suami atau istri, izin orang tua, atau izin wali;
d. sertifikat kompetensi kerja;
e. surat keterangan sehat berdasarkan hasil-hasil pemeriksaan kesehatan dan psikologi;
f. paspor yang diterbitkan oleh Kantor Imigrasi setempat;
g. visa kerja;
h. perjanjian penempatan kerja;
i. perjanjian kerja, dan
j. KTKLN.

Pasal 54
(1) Pelaksanana penempatan TKI swasta wajib melaporkan setiap perjanjian penempatan TKI kepada instansi pemerintah kabupaten/kota yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan.
(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan melampirkan copy atau salinan perjanjian penempatan TKI.

Pasal 59
TKI yang bekerja pada Pengguna perseorangan yang telah berakhir perjanjian kerjanya dan akan memperpanjang perjanjian kerja TKI yang bersangkutan harus pulang terlebih dahulu ke Indonesia.

Pasal 62
(1) Setiap TKI yang ditempatkan di luar negeri, wajib memiliki dokumen KTKLN yang dikeluarkan oleh Pemerintah.

Pasal 66
Pemerintah wajib menyediakan pos-pos pelayanan di pelabuhan pemberangkatan dan pemulangan TKI yang dilengkapi fasilitas yang memenuhi syarat.

Pasal 67
(1) Pelaksana penempatan TKI swasta wajib memberangkatkan TKI ke luar negeri yang telah memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 sesuai dengan perjanjian penempatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2).
(2) Pelaksana penempatan TKI swasta wajib melaporkan setiap keberangkatan calon TKI kepada Perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan.
(3) Pemberangkatan TKI ke luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan melalui tempat pemeriksaan imigrasi yang terdekat.

Pasal 68
(1) Pelaksana penempatan TKI swasta wajib menginstruksikan TKI yang diberangkatkan ke luar negeri dalam program asuransi.
(2) Jenis program asuransi yang wajib diikuti oleh TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.

Pasal 69
(1) Pelaksana penempatan TKI swasta wajib mengikutsertakan TKI yang akan diberangkatkan keluar negeri dalam pembekalan akhir pemberangkatan.
(2) Pembekalan akhir pemberangkatan (PAP) dimaksudkan untuk memberikan pemahaman pendalaman terhadap:
a. peraturan perundang-undangan di negara tujuan; dan
b. materi perjanjian kerja.
(3) Pembekalan akhir pemberangkatan (PAP) menjadi tanggung jawab Pemerintah.
(4) Ketentuan mengenai pembekalan akhir pemberangkatan (PAP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.

Pasal 71
(1) Setiap TKI wajib melaporkan kedatangannya kepada Perwakilan Republik Indonesia di negera tujuan.
(2) Kewajiban untuk melaporkan kedatangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi TKI yang bekerja pada Pengguna Perseorangan dilakukan oleh pelaksana penempatan TKI swasta.

Pasal 74
(1) Setiap TKI yang akan kembali ke Indonesia wajib melaporkan kepulangannya kepada Perwakilan Republik Indonesia negera tujuan.
(2) Pelaporan bagi TKI yang bekerja pada Pengguna perseorangan dilakukan oleh pelaksana penempatan TKI swasta.

Pasal 83
Setiap calon TKI/TKI yang bekerja ke luar negeri baik secara perseorangan maupun yang ditempatkan oleh pelaksana penempatan TKI swasta wajib mengikuti program pembinaan dan perlindungan TKI.

Pasal 93
(1) Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota wajib melaporkan basil pelaksanaan pengawasan terhadap pelaksanaan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri yang ada di daerahnya sesuai dengan tugas, fungsi dan wewenangnya kepada Menteri.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.

Pasal 105
(1) TKI yang bekerja di luar negeri secara perseorangan melapor pada instansi Pemerintah yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan dan Perwakilan Republik Indonesia.
(2) Selain dokumen yang diperlukan untuk bekerja di luar negeri, TKI yang bekerja di luar negeri secara perseorangan harus memiliki KTKLN.

Pasal 107
(1) Pelaksana penempatan TKI swasta yang telah memiliki izin penempatan TKI di luar negeri sebelum berlakunya Undang-Undang ini wajib menyesuaikan persyaratan yang diatur dalam Undang-Undang ini paling lama 2 (dua) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini.
(2) Bagi pelaksana penempatan TKI swasta yang menempatkan TKI sebelum berlakuknya Undang-Undang ini, maka Jangka waktu penyesuaian terhitung mulai sejak Undang-Undang ini berlaku sampai dengan berakhirnya perjanjian kerja TKI terakhir yang ditempatkan sebelum berlakunya Undang-Undang ini.
(3) Apabila pelaksana penempatan TKI swasta dalam jangka waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menyesuaikan persyaratan-persyaratan yang diatur dalam Undang-undang ini, maka izin pelaksana penempatan TKI swasta yang bersangkutan dicabut oleh Menteri.



B. VERBOD (larangan)
 Pasal 4
Orang perseorangan dilarang menempatkan warga negara Indonesia untuk bekerja di luar negeri.

Pasal 19
Pelaksanaan penempatan TKI swasta dilarang mengalihkan atau memindahtangankan SIPPTKI kepada pihak lain.

Pasal 30
Setiap orang dilarang menempatkan calon TKI/TKI pada jabatan dan tempat pekerjaan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kesusilaan serta peraturan perundangundangan, baik di Indonesia maupun di negara tujuan atau di negara tujuan yang telah dinyatakan tertutup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27.

Pasal 33
Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang mengalihkan atau memindahkan SIP kepada pihak lain untuk melakukan perekrutan calon TKI.

Pasal 45
Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang menempatkan calon TKI yang tidak lulus dalam uji kompetensi kerja.

Pasal 46
Calon TKI yang sedang mengikuti pendidikan dan pelatihan dilarang untuk dipekerjakan.

Pasal 50
Pelaksana penempatatan TKI swasta dilarang menempatkan calon TKI yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan psikologi.
Pasal 64
Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang menempatkan calon TKI yang tidak memiliki KTKLN.

Pasal 72
Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang menempatkan TKI yang tidak sesuai dengan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan perjanjian kerja yang disepakati dan ditandatangani TKI yang bersangkutan.

C. MORGEN (larangan dgn pengecuanian)
Pasal 24
(1) Penempatan TKI pada Pengguna perseorangan harus melalui Mitra Usaha di negara tujuan.
(2) Mitra Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berbentuk badan hukum yang didirikan sesuai dengan peraturan perundangan di negara tujuan.
Pasal 53
Perjanjian penempatan TKI tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas persetujuan para pihak.

D. SANKSI
Pasal 100
(1) Menteri menjatuhkan sanksi administratif atas pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), Pasal 20, Pasal 30, Pasal 32 ayat (1), Pasal 33, Pasal 34 ayat (3), Pasal 38 ayat (2), Pasal 54 ayat (1), Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 62 ayat (1), Pasal 67 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 69 ayat (1), Pasal 71, Pasal 72, Pasal 73 ayat (2), Pasal 74, Pasal 76 ayat (1), Pasal 82, Pasal 83, atau Pasal 105.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha penempatan TKI;
c. pencabutan izin;
d. pembatalan keberangkatan calon TKI; dan/atau
e. pemulangan TKI dari luar negeri dengan biaya sendiri.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.

Pasal 102
(1) Dipidana dengan penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah) dan paling banyak Rp 15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah), setiap orang yang:
a. Menempatkan warga negara Indonesia untuk bekerja di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4;
b. Menempatkan TKI tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12; atau
c. Menempatkan calon TKI pada jabatan atau tempat pekerjaan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.

Pasal 103
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. l.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), setiap orang yang:
a. mengalihkan atau memindahtangankan SIPPTKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19;
b. mengalihkan atau memindahtangankan SIP kepada pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33;
c. melakukan perekrutan calon TKI yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35;
d. menempatkan TKI yang tidak lulus dalam uji kompetensi kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45;
e. menempatkan TKI tidak memenuhi persyaratan kesehatan dan psikologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50;
f. menempatkan calon TKI/TKI yang tidak memiliki dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51;
g. menempatkan TKI di luar negeri tanpa perlindungan program asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68; atau
h. memperlakukan calon TKI secara tidak wajar dan tidak manusiawi selama masa di penampungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (3).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.
Pasal 104
(1) Dipidana dengan pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), setiap orang yang:
a. menempatkan TKI tidak melalui Mitra Usaha sebagaimana dipersyaratkan dalam Pasal 24;
b. menempatkan TKI di luar negeri untuk kepentingan perusahaan sendiri tanpa izin tertulis dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1);
c. mempekerjakan calon TKI yang sedang mengikuti pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46;
d. menempatkan TKI di Luar Negeri yang tidak memiliki KTKLN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64; atau
e. tidak memberangkatkan TKI ke luar negeri yang telah memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran.

Dengan adanya pasal ini menjadi penuntun bagi pemerintah untuk bisa menjaga dan melindungi TKI pada saat mereka sedang bekerja dan mereka mendapatkan hak mereka yang seharusnya di peroleh dari pemerintah.

Sumber :



Tidak ada komentar:

Posting Komentar